Ketika sepeda motor masih belum populer dan jumlahnya tak sebanyak sekarang. Masyarakat masih banyak yang memiliki sepeda dan setiap bepergian kemana-mana seringkali menggunakan sepeda. Sayangnya, seiring dengan merebaknya jumlah sepeda motor maupun mobil, posisi sepeda seperti terpinggirkan.
Jadinya masyarakat lebih senang jika ke sebuah tempat tujuan lebih memilih kendaraan bermotor. Dampaknya jalanan menjadi macet. Polusi yang dihasilkan dari asap kendaraan juga menimbulkan bau tak sedap.
Di kota besar, tak jarang pengemudi akan tertekan dua kali. Pertama, stres karena kemacetan, dan yang kedua disebabkan bau asap kendaraan yang menyengat, yang terbukti membuat pusing kepala. Hal itu diperkuat temuan peneliti Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Spesialis Okupasi, dr Hendrawati Utomo, MS SpOK, yang menyatakan masalah itu disebabkan berkurangnya pasokan oksigen ke kepala.
Meski sudah memakai masker untuk melindungi pernafasan. Namun tetap saja tak banyak membantu sebab asap karbonmonoksida tetap melenggang bebas ke dalam paru-paru.
Coba bayangkan seandainya jalanan bebas dari polusi dan kemacetan. Tentu selain sedap dipandang juga tak akan menimbulkan stres, serta bisa membuat hati menjadi tenang. Kondisi itu hanya bisa terjadi jika budaya bersepeda berkembang di masyarakat.
Ada banyak sekali manfaat yang bisa dipetik seseorang dengan bersepeda. Khususnya bagi kesehatan tubuh karena bersepeda menjadi salah satu olahraga yang menyenangkan. Tidak hanya itu, bersepeda juga dapat dijadikan sebagai sarana kampanye mengurangi polusi udara.
Contoh mudahnya adalah program car free day yang banyak diterapkan di besar, macam Jakarta dan Surabaya, yang sehari-harinya lalu lintasnya identik dengan kemacetan. Disitu, saat diterapkan program jalan bebas kendaraan bermotor masyarakat terlihat sangat gembira dengan memanfaatkan momen yang berlangsung tak lama itu untuk berolahraga. Baik jalan kaki, bersepeda, maupun sepak bola jalanan.
Jika ditanya pendapat mereka tentang hari bebas polusi. Jawaban yang muncul hampir seragam. Yakni, mendukung penuh sebab merupakan sarana untuk menyegarkan diri dari padatnya aktivitas kota yang membuat penat kehidupan sehari-hari. Itu menandakan bahwa jalanan bebas dari kendaraan bermotor maupun bebas polusi sangat membuat nyaman kehidupan masyarakat.
Kita bisa lihat kondisi negara-negara maju. Singapura, misalnya. Meski kehidupan modern senantiasa menjadi gaya hidup masyarakat setempat. Namun, sepeda masih menjadi kendaraan alternatif di luar transportasi massal. Bahkan, tak jarang ditemukan sekelompok orang dalam jarak cukup jauh jika pergi ke suatu tempat memilih berjalan kaki.
Jarak tak menjadi kendala bagi mereka untuk tidak menerapkan hidup sehat. Karena saya yakin dalam pikiran orang tersebut kesehatan adalah investasi jangka panjang yang tak ternilai harganya. Karena itu, para bule lebih senang mengedepankan sikap preventif dengan menjaga kebugaran tubuh agar tak sampai terkena penyakit.
Melihat realita itu, masyarakat hendaknya tidak menjunjung tinggi gaya hidup praktis yang cenderung tidak sehat. Pasalnya gejala yang muncul saat ini adalah jika ingin ke tempat yang jaraknya cukup dekat, tak jarang seseorang lebih nyaman menggunakan kendaraan bermotor. Akhirnya masyarakat dimanjakan teknologi dan malas bergerak.
Yang lebih gilanya lagi. Banyak orang yang tak mau jalan kaki jika ingin menuju ke suatu tempat yang sebenarnya dekat dengan alasan gengsi. Ada pula yang mengaku karena capek dan menimbulkan keringat di tubuh. Sehingga badan menjadi bau. Belum lagi jika kepanasan yang membuat kulit jadi hitam.
Pandangan hidup seperti itu tentu sangat menggelikan. Jika berkaca pada bule yang hidup di Indonesia, kita bisa melihat perbedaan secara terang. Saya sering menemui bule yang terbiasa ke kampus dengan jalan kaki meski jarak tempat tinggalnya cukup jauh dengan kampus. Tak sedikit pula yang memilih bersepeda. Atau pelancong bule yang jalan kaki ketika mengunjungi satu tempat wisata menuju tempat lainnya, yang jaraknya tak bisa dikatakan dekat.
Jelas sudah alasan-alasan yang dikemukakan masyarakat Indonesia yang tak menganggap keberadaan sepeda itu sungguh tak bisa dinalar. Masyarakat terjebak pada pola hidup yang rapuh. Padahal dampak buruk itu juga menjalar pada kerugian yang harus ditanggung negara akibat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) subsidi yang terus melonjak.
Pemerintah takut menaikkan harga BBM bersubsidi. Tapi, di sisi lain mereka dipusingkan dengan tingkat konsumsi bahan bakar yang cenderung dari tahun ke tahun tidak terkontrol. Karena itu, anggaran subsidi yang jumlahnya triliunan rupiah selalu jebol jika memasuki bulan ke sepuluh atau sebelas sebelum akhir tahun.
Kembali ke pokok permasalahan. Pola hidup manusia modern ternyata banyak jeleknya. Karena malas jalan kaki. Mereka lebih memilih olahraga di gym atau tempat fitnes. Hal itu jelas butuh uang. Memang kebanyakan orang kaya akan mengabaikan masalah itu sebab hal tersebut termasuk sebagai gaya hidup mereka.
Namun, jelas ada distorsi yang membuat untuk hidup sehat masyarakat sekarang harus banyak keluar biaya. Padahal cara hidup sehat itu sangat mudah. Jika kita gemar bersepeda atau jalan kaki setiap akan menuju ke suatu tempat, meski jaraknya dekat. Selain bermanfaat bagi dirinya sendiri. Tindakan tersebut juga berperan untuk mengurangi jumlah polusi alias turut serta berperan meningkatkan kualitas lingkungan.
Memang jika yang melakukan itu hanya satu orang akan kurang terasa manfaatnya. Namun, jika setiap orang punya pandangan sama dan dilakukan serempak. Sudah pasti yang namanya polusi bisa dikurangi secara signifikan.
Hal itu sudah cukup untuk menjadikan tubuh menjadi sehat dan bugar. Apalagi jika rutin dilakukan. Kita tak perlu lagi harus menyewa lapangan futsal maupun menjadi anggota tempat fitnes. Sehingga dengan melakukan itu menjadi upaya penghematan. Dan kita bisa melakukan kegiatan lain, yaitu beramal kepada kaum dhuafa yang kurang beruntung.
Karena saya yakin seseorang itu benar-benar sehat jika fisiknya tegap karena terbiasa bergerak. Serta ditunjang dengan ketentraman hati akibat suka berbagi kebahagiaan dengan orang akan membuat sehat dalam artian sebenarnya dapat dijalankan.
Hendaknya gaya hidup sehat segera diterapkan. Kita jangan termanjakan berbagai sarana teknologi yang membuat kualitas hidup seseorang jadi turun. Teknologi bisa dimanfaatkan secara bijak demi meningkatkan tingkat kesejahteraan di dunia.
Bisa disimpulkan bahwa penerapan gaya hidup sehat itu dimulai dari pikiran. Jika pola pikir sudah terbentuk maka dalam keseharian tinggal penerapan pada tindakan. Karena jika sudah menyadari dan paham akan pentinganya manfaat hidup sehat, setiap orang tanpa diminta pun akan mengikutinya.
Akhir kata. Slogan Mensana In Corpore Sano atau di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat bisa diraih dengan terlebih dulu menerapkan pola hidup sehat. Syaratnya dengan membiasakan tubuh bergerak setiap beraktivitas sebagai kunci mendapatkan pola hidup sehat. Bisa dengan bersepeda maupun jalan kaki sebagai bentuk kampanye dukungan menciptakan bumi yang sehat.
Sumber : Erik Purnama Putra